Sejarah Kelahiran Organisasi Nahdlatul Ulama Di Indonesia

OhSantri ~ Sejarah Kelahiran Organisasi Nahdlatul Ulama. Pada materi sebelumnya, kita sudah membahas tentang Hubungan antara Nahdlatul Ulama dengan Pondok Pesantren. Oleh sebab itu, di sini kami akan mengajak Anda untuk mempelajari bagaimana Latar Belakang Kelahiran Nahdlatul Ulama Menurut buku acuan pelajaran ke-NUan atau ASWAJA. Yuk simak bareng-bareng uraiannya.

Sejarah Kelahiran Organisasi Nahdlatul Ulama

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan dakwah Islam yang berperan sebagai pusat pengajaran sekaligus penyebaran Islam dalam rangka mendalami agama bagi pemeluknya agar terarah. Pengajaran di pondok pesantren yang bersumber kepada kitab Salaf, merupakan salah satu media pelestarian dan Pengamalan langsung ajaran Islam yang berfaham Ahlusunnah Waljama'ah.
Tokoh Pendiri NU
Para Tokoh yang melahirkan Nahdlatul Ulama
Dari ajaran Aswaja atau ke-NU-an, pemikiran para ulama mazhab pelajari kemudian dipraktikkan dan seterusnya dilestarikan sehingga menjadi Amaliah Amaliah yang berurat, berakar dalam masyarakat. Dan di sinilah kemudian, suatu lapisan masyarakat dengan tingkat kesadaran dan pemahaman ajaran Islam yang utuh dan benar dapat terwujud.

Pada permulaan abad ke-19 Masehi, muncul gerakan yang mengaku sebagai pembaruan Islam. Gerakan tersebut bergerak di Minangkabau, Sumatera Barat yang dipimpin oleh Haji Miskin dan kawan-kawannya sekembalinya mereka dari Mekah. Gerakan yang mereka kenalkan ke masyarakat, serupa dengan aliran Wahabi yang berkembang di Saudi Arabia. Dan dalam mengenalkan gagasan pembaruannya, mereka menerapkan Jalan kekerasan. Perlakuan itu kemudian menyebabkan terjadinya perang saudara yang saat ini berdasarkan sejarah, kita mengenal dengan istilah atau sebutan perang Padri.

Gerakan pembaruan ini terus berkembang dengan membawa semboyan pemurnian ajaran Islam dari segala bentuk Bid'ah dan khurafat. Mereka mengecam penganut mazhab dan menentang Amaliah Amaliah keagamaan. Contohnya seperti ziarah kubur, mengirim doa kepada orang yang meninggal, tahlilan, hingga mengecam orang-orang yang membaca shalawat Nabi. Mereka tidak segan-segan membicarakan masalah masalah khilafiyah, yang sebenarnya sangat merugikan persaudaraan antara sesama muslim.
  1. Kumpulan Materi ASWAJA MTs Semester Ganjil Dan Genap Untuk Kelas 7
  2. Kumpulan Soal ASWAJA MTs Semester Ganjil Dan Genap Untuk Kelas 7
Sementara itu pada tahun 1924 terjadi perubahan politik di Saudi Arabia. Abdul Aziz bin Saud sebagai salah satu pengikut aliran Wahabi mampu merebut dan menguasai kekuasaan Husein Syarief yang ada di kota suci Mekkah. Peristiwa ini selain menandai terjadinya perubahan politik, juga mengalami adanya pergeseran dalam aspek keagamaan. Karena sejak itu, aliran Wahabi menjadi salah satu paham keagamaan yang digunakan oleh kerajaan Saudi Arabia.

Perubahan tersebut sangat berpengaruh di Indonesia. Oleh sebab itu, kelompok pembaru (Golongan Wahabi) merasa mendapat siraman semangat baru untuk lebih gencar mendapatkan masalah masalah khilafiyah. Pada dasarnya mereka sangat sadar betul, apabila hal itu akan merusak ukhuwah islamiyah, akan tetapi hanya dengan cara itulah Mereka dapat menunjukkan dan menampakkan jati dirinya di tengah-tengah masyarakat Indonesia.

Inilah yang kurang dapat diterima oleh kalangan para ulama yang ada di pondok pesantren. Bagi mereka di saat saat penjajahan Belanda harus dihadapi dengan kekuatan bersama. Persatuan dan persaudaraan umat Islam itu lebih penting daripada mendebatkan masalah masalah khilafiyah. Yang Pasalnya tidak akan ada ujung pangkalnya untuk diakhiri.

Karena sebab-sebab itulah, bagi yang suka terhadap suatu hukum tertentu, maka dipersilahkan untuk mengamalkannya, dan bagi yang tidak suka, maka mereka harus menghormatinya. Antara kedua belah pihak tidak perlu saling mencaci-maki, karena yang diperdebatkan, hanyalah masalah-masalahnya cabang atau furu' yang tidak akan mengurangi pemurnian pengamalan ajaran Islam itu sendiri.

Seruan para ulama pesantren dalam maksud mempererat persaudaraan dan menghentikan perdebatan masalah ini tidak mendapat tanggapan positif dari kelompok pembaru. Ketegangan antara kedua belah pihak sulit untuk dihindari.  Terutama setelah Raja Ibnu Saud mengundang umat Islam yang ada di Indonesia untuk menghadiri Muktamar dunia Islam yang ada di Mekah. Dan untuk keperluan tersebut, maka pada bulan Agustus tahun 1925 diadakanlah sebuah kongres al-islam keempat yang berlokasi di Yogyakarta. Dan pada bulan Februari 1926, diselenggarakan kongres alim ulama yang berlokasi di Bandung.

Adapun kedua kongres itu dikuasai oleh kelompok Islam modernis,  dan bahkan sebelum kongres Bandung, mereka telah mengadakan pertemuan terbatas yang terletak di Cianjur, yang salah satu keputusannya mereka menetapkan delegasi yang akan dikirim yaitu Cokroaminoto pengurus Serikat Islam dan KH Mas Mansyur pengurus Muhammadiyah. Kongres Bandung hanya dimaksudkan untuk mengesahkan keputusan Cianjur tersebut.

Karena kongres Bandung tidak melibatkan unsur ulama pesantren sebagai utusan, maka melalui KH Abdul Wahab Hasbullah sebagai juru bicaranya mengusulkan agar penguasa baru di Saudi Arabia tetap menghormati Amaliah keagamaan dan pelaksanaan ajaran empat mazhab yang telah dianut oleh masyarakat setempat. Seketika itu usulan ini pun ditolak mentah-mentah oleh kelompok pembaru. Dan Bahkan mereka sepakat mendukung pelaksanaan paham Wahabi di Hijaz. Menghadapi sikap keras kelompok Pembaru tersebut, para ulama pondok pesantren sepakat membentuk panitia khusus guna memperjuangkan aspirasi mereka untuk mempertahankan berlakunya ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jamaah ah di Hijaz yaitu Mekah dan Madinah

Sesudah persiapan matang, maka pada tanggal 14 Rajab 1344 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926 Masehi, atas izin Kyai Haji Hasyim Ashari diadakan pertemuan di rumah Kyai Haji Abdul Wahab hasbulloh yang bertepatan di Jalan kertopaten Surabaya.

Dalam pertemuan tersebut, disepakati dua keputusan penting di antaranya yaitu sebagai berikut: Pertama, meresmikan dan mengukuhkan komite Hijaz dengan masa kerja sampai delegasi yang diutus menemui Raja Ibnu Saud kembali ke tanah air. Kedua, membentuk jamiyah islamiyah atau organisasi sebagai wadah persatuan ulama dalam tugasnya sebagai pemimpin umat yang diberi nama Nahdlatul Ulama yang artinya Kebangkitan Ulama.

Tentang komite hijaz disepakati untuk mengirim delegasi di luar Komite Khilafat Yang terdiri dari KH Abdul Wahab hasbulloh dan Syekh Ghanaim Al misri. Delegasi ini diberi mandat untuk untuk menghadap secara langsung kepada raja Ibnu Saud dalam rangka menyampaikan permohonan agar diberlakukannya kemerdekaan Bermadzhab di Negeri Hijaz pada salah satu dari empat imam Madzhab, dan tetap diramaikannya tempat-tempat bersejrah bagi para jamaah Haji.

Delegasi komite hijaz diterima oleh raja Ibnu Saud pada tanggal 17 Juni 1928. Dalam pertemuan tersebut Raja memberi tanggapan yang sangat positif terhadap tuntutan yang disampaikan. Raja memberi jawaban tertulis kepada pengurus besar Nahdlatul Ulama dengan nomor 2082 tanggal 24 Juli 1346. Dalam surat tersebut, raja Ibnu Saud menegaskan bahwa tidak ada larangan bagi jamaah haji melaksanakan Amaliah keagamaan di Baitul al-Haram dan setiap orang diberi kebebasan mengikuti mazhab nya masing-masing.

Dari uraian tersebut telah jelas, bahwa pembentukan komite Hijaz yang telah memperoleh hasil gemilang dalam perjuangannya itu merupakan satu paket dengan kelahiran Nahdlatul Ulama. Mereka yang duduk dalam komite Hijaz adalah para ulama yang mendirikan jam'iyah Nahdlatul Ulama. Dan tujuan yang diperjuangkannya merupakan inti dari hubungan kelahiran terwujudnya masyarakat Islam berdasarkan faham Ahlussunnah Wal Jamaah.

Rangkuman

Beberapa faktor yang merupakan atau yang melatarbelakangi kelahiran Nahdlatul Ulama adalah munculnya gerakan pembaruan Islam yang menyebarkan aliran Wahabi Indonesia dengan semboyan pemurnian ajaran Islam dari segala jenis bentuk Bid'ah dan khurafat

gerakan gerakan pembaruan semakin berkembang ketika berdirinya pemerintahan kerajaan Saudi Arabia yang beraliran Wahabi pada tahun 1924 mereka mendukung pelaksanaan paham Wahabi di hujan dan mengabaikan usulan ulama pesantren agar penguasa baru di Saudi Arabia tetap menghormati Amaliah keagamaan dan pelaksanaan ajaran mazhab 4

Nahdlatul Ulama didirikan oleh para ulama pondok pesantren yang merupakan hasil kesepakatan rapat dari komite Hijaz pada tanggal 14 Rajab 13 44 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926 masehi di rumah Kyai Haji Abdul Wahab Hasbullah yang bertepatan pada Jalan kertopaten Surabaya

Delegasi komite Hijaz yang terdiri dari Kyai Haji Abdul Wahab Hasbullah PNS selain diterima dengan baik dan misi yang dibawa mereka berdua memiliki tanggapan yang sangat positif dari Raja Ibnu Saud yang dituangkan dalam jawaban tertulis kepada pengurus besar Nahdlatul Ulama dengan nomor 2082 pada tanggal 24 Dzulhijjah 1346 Hijriah.

Artikel Ini berdasarkan kata kunci pencarian berikut :
Kelahiran Nahdlatul Ulama; Latar Belakang Kelahiran Nahdlatul Ulama; Makalah Kelahiran Nahdlatul Ulama; Motivasi Kelahiran Nahdlatul Ulama; Peristiwa Menjelang Kelahiran Nahdlatul Ulama; Proses Kelahiran Nahdlatul Ulama; Sejarah Kelahiran Nahdlatul Ulama; Sejarah Kelahiran Nahdlatul Ulama Brainly; Sejarah Kelahiran Nahdlatul Ulama Tujuan Dan Bentuk Perjuangan; Sejarah Kelahiran Organisasi Nahdlatul Ulama.
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Artikel Terkait : Sejarah Kelahiran Organisasi Nahdlatul Ulama Di Indonesia